Friday, 25 March 2016

YAZIRWAN UYON : JURNALIS KAWAKAN ASAL BUKIT TINGGI SATU KULIAN DI PUBLISISTIK UNPAD 1976-1980




AGambar yang diabadikan pada tahun 1978 di depan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung. Kelihatan Yazirwan Uyon (dua dari kiri) dan Ahmad Fadzil Yassin (kanan sekali). Juga kelihatan kawan-kawan sekuliah  dari kiri Iwan Gimbal, Irawaty Nasution (tiga kiri), Allhyarham Ahmad Faizal (lima kiri) dan Immas Sunaryo. 
Yazirwan nama besar dalam dunia kewartawanan Indonesia. Yazirwan pernah menyandang jawatan Direktor Utama TVRI di Jakarta. Beliau kawan karib saya ketika sama-sama kuliah di Fakultas Publisistik, Universitas Negeri Padjadjarn di Jalan Dipati Ukur Bandung, Indonesia. Penah dua kali mengunjungi Kuala Lumpur ketika masih menjadi mahasiswa dan kembaranya menembusi Johor Bahru hingga ke Kuala Lumpur. Itu pada tahun 1978 dan sekali lagi pada tahun 1980. Pernah saya menulis tentangnya dalam akhbar mingguan Utusan Zaman suatu ketika dan kemudian saya muatkan artikel itu ke dalam buku Memoir AFYassin, Selagi Dakwat Mengalir yang diterbitkan pada tahun 2015, Kini beliau berugas dengan sebuah syarikat konglomerat di Kota Besar Jakarta dan menetap bersama isteri dan dua anaknya di Rempoa Indah berhampiran TMII, Jakarta. 


Oleh: Mentari Chairunisa
210110110359

Yazirwan Uyun saat diwawancarai di kediamannya
 di daerah Rempoa, Tangerang Selatan (15/12)


Menjadi seorang wartawan mungkin tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Yazirwan Uyun. Ia mengawali karirnya sebagai jurnalis sekitar tahun 1981 seteah ia lulus dari jenjang S1 di jurusan Jurnalistik Universitas Padjadjaran. Awalnya, pria yang akrab disapa Iwan ini bekerja di Pusat Dokumentasi Ilmiah Indonesia untuk LIPI. Karena ia merasa tak cocok dengan pekerjaannya saat itu, akhirnya ia memutuskan untuk merintis karir menjadi reporter TVRI hingga menjabat sebagai pimred dan Dirut TVRI.
Banyak pengalaman yang telah ia dapatkan saat berkecimpung di dunia jurnalistik Indonesia. Dari mulai menjadi reporter lapangan biasa hingga menjadi reporter kepresidenan. Beragam kunjungan luar negeri kenegaraan pernah ia ikuti, salah satunya adalah pertemuan para pemimpin negara APEC. Selain itu, salah satu kebanggan yang sampai saat ini masih ia kenang adalah saat ia berhasil mewawancarai Presiden Soeharto.
Menurut pria yang sudah pensiun dari reporter berita ini, Soeharto bukanlah orang yang sembarangan, sangat sulit untuk mendapatkan waktu untuk berbincang dengannya. Akhirnya Iwan pun melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada putir Pak Harto, yakni Mbak Tutut.  
Meskipun tak langsung disetujui oleh Mbak Tutut, namun berkat kegigihannya, Iwan berhasil mewawancarai orang nomor satu di Indonesia pada saat itu. Selain Presiden Soeharto, Iwan pun pernah bertemu dengan Presiden lainnya, seperti B.J Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY serta tokoh-tokoh terkenal lainnya baik nasional maupun internasional.
Iwan pun membandingkan dunia jurnalistik pada zamannya dulu dengan dunia jurnalistik saat ini. Menurutnya, dunia jurnalistik saat ini lebih bebas dan kreatif.  Bebas karena sudah tidak terkekang seperti masanya dulu saat kebebasan masih sangat terbatas. Setelah Reformasi, menurut pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 2 Oktober 1954 ini, kebebasan menjadi  sangat hampir tidak terbatas untuk seorang wartawan.
Iwan juga optimis dengan perkembangan dunia jurnalistik saat ini karena para jurnalis juga lebih kreatif dibandingkan dulu. Ia berpendapat bahwa saat ini para jurnalis sudah diberikan kemudahan dan fasilitas yang memadai, berbeda dengan masanya dulu. Menurutnya, dari segi pendidikan, jurnalis saat ini tentu mendapatkan pendidikan yang lebih baik, kemampuan otaknya pun lebih dibandingkan Iwan dan juga rekan-rekannya di eranya terdahulu. Hanya saja, semangat dan kerja sama para jurnalis muda ini yang sebenarnya menentukan kualitas dunia jurnalistik Indonesia saat ini.
Peraih penghargaan Press Card Number One ini menyarankan agar para jurnalis muda ini agar rajin membaca. Karena dengan membaca, banyak sekali informasi-informasi serta pengetahuan yang bisa didapatkan karena menurutnya jurnalis harus memiliki banyak pengetahuan.
Ayah dua anak yang saat ini menjadi anggota KPI Pusat (Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran) ini pun memiliki harapan yang besar terhadap dunia jurnalistik saat ini. Ia berpesan agar para jurnalis saat ini tetap mematuhi kode etik jurnalistik yang telah ada sebagai pedoman.

Sumber  : Wawancara langsung pada Sabtu, 15 Desember 2012 di Taman Rempoa Indah, Tangerang Selatan


Posted 12th January 2013 by Jurnalistik 2011



Yazirwan Uyun (lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 2 Oktober 1954; umur 61 tahun) adalah seorang wartawan Indonesia dan mantan Direktur Utama TVRI. Yazirwan menjabat sebagai Direktur Utama TVRI sejak tanggal 10 Februari 2004 setelah menggantikan Hari Sulistyono, pejabat sebelumnya.
Yazirwan Uyun berkarier di TVRI sejak tahun 1982. Seperti umumnya karier wartawan, dia memulainya sebagai seorang reporter, lalu jadi pewawancara dan berlanjut menjadi produser berita. Untuk jabatan struktural, dia pernah menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Pemberitaan TVRI, lalu menjabat Direktur Personalia sebelum menjadi Direktur Utama.[1]
Setelah tidak lagi aktif di TVRI, pada tahun 2007, Yazirwan menjadi anggotaKomisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk periode tahun 2007-2010, lalu kemudian berlanjut pada periode 2010-2013.[2]
Yazirwan Uyun menikah dengan seorang perempuan bernama Rosdiana dan telah dikaruniai dua orang anak yaitu Hendra F.E. dan Florencie C. 

No comments: